Dalil Shalawat Munjiyyat

Dalil Shalawat Munjiyyat
Sebelum membahas dalil shalawat munjiyyat, terlebih dahulu kami uraikan inilah isi daripada shlawat munjiyyat itu, yaitu :







Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah shalawat (rahmat) atas penghulu kami Nabi Muhammad SAW, semoga dengan berkah shalawat itu Engkau lepaskan kami dari segala bencana dan musibah, Engkau tunaikan segala hajat kami, Engkau bersihkan kami dari segala kejahatan dan Engkau tingkatkan derajat kami, Engkau sampaikan tujuan maksimal kami dari semua kebaikan kehidupan kami baik di dunia maupun sesudah mati.”
Begitulah kira kira arti dari Shalawat Munjiyyah. Sebagian muslimin ada yang mengatakannya Shalawat Munjiah atau Munjiat. Diambil dari kata “Tunjina” atau “Tunajjina” yang berarti bermunajat atau memohon. Syaikhul Islam, Imam Ibnu Hajar al-Haitami rhm. dalam kitabnya “ad-Durrul Mandhuud fish Sholaati was salaami ‘ala Shoohibil Maqaamil Mahmuud” menukilkan asal mula dan kelebihan sholawat ini sebagai berikut:
Diceritakan oleh al-Faakihaaniy dari sebagian sholihin bahwasanya mereka (yakni beberapa orang sholih) berada dalam sebuah kapal yang berlayar di lautan lepas yang hampir karam. Maka tertidur orang sholih tersebut lalu dalam tidurnya dia bermimpi Baginda Nabi s.a.w. memberitahunya supaya menyuruh penumpang – penumpang kapal tersebut untuk membaca 1,000 kali : “Allahumma sholli ‘ala Muhammadin ….. hingga akhirnya Sholawat Munjiyyah tersebut.” Maka disampaikanlah mimpinya tadi kepada para penumpang, lalu mereka pun membaca sholawat tersebut, tatkala sampai 300 kali bacaan, merekapun diselamatkan Allah dari bahaya karamnya kapal tersebut. Inilah yang diriwayatkan oleh Imam al-Majdu al-Faakihaaniy dengan segala sanadnya, dan telah ditambah oleh sebagian akan riwayatnya dengan perkataan: Bahwa barang siapa yang mengucapkannya bagi setiap urusan penting atau menghadapi bala bencana 1000 kali, maka dilepaskan oleh Allah ta`ala dari bala bencana tersebut dan ditunaikan keinginannya.
Inilah antara kelebihan sholawat ini menurut ulama kita Ahlussunnah. Diantara ulama selain Imam Ibnu Hajar Alhaitami yang menukilkan kisah dan kelebihan Sholawat ini antara lain, Ra-isul Muhadditsin Mawlana Zakaria al-Kandahlawi, beliau juga memuatkan kisah sholawat ini dalam karangannya mengenai kelebihan sholawat yang berjudul “Fadhilat Sholawat“. juga dinukil oleh ulama Jawi kita, antaranya oleh Syaikh Ali Kutan al-Kelantani dalam “Lum`atul Awrad”nya yang masyhur. Begitu pula ulama masyhur Malaysia dan seorang mantan Mufti Sarawak, Allahyarham Datuk Haji Abdul Kadir Hasan juga menulis sedikit mengenai sholawat ini dalam bukunya yang berjudul “40 kemusykilan agama”. Dan juga Imam Al Hasan bin Ali Al-Asnawi dalam kitab “Dala-il”nya. Bahkan di kitab tersebut beliau menukilkan bahwa orang Sholih yang bermimpi itu bernama Musa Adh-Dhorir.
Dari kenyataan dan bukti yang telah disebutkan ini, jelaslah bahwa Sholawat Munjiyyah ini sesungguhnya termasuk sholawat-sholawat yang masyhur/terkenal yang banyak diamalkan oleh ulama-ulama kita Ahlussunnah. dan biasanya sholawat ini dibaca dalam awal permulaan do’a setelah memuji Sang Maha Raja tunggal, Allah SWT.
Maka apabila ada orang yang mengatakan sholawat itu tidak boleh diamalkan, apakah alasannya? Apa mungkin alasan mereka mengatakan karena sholawat ini tidak diriwayatkan daripada Rasulullah? tidak ada atau tidak pernah Nabi mengajar membaca sholawat yang bunyinya seperti itu?? Memang sholawat ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah yang menyebutkan seperti itu. Tetapi bukankah Rasulullah sendiri pernah bersabda yang menjelaskan bahwa barangsiapa yang bermimpi beliau SAW maka mimpi itu benar adanya dan Rasulullah benar benar datang kepadanya?? karena itulah para ulama menuliskan dalam kitab sebagai khazanah dalam keilmuan islam yang amat luas dan dianjurkan untuk diamalkan.
Lagipula apakah salah seorang Muslim yang membaca sholawat seperti itu tidak boleh selain daripada sholawat yang telah teriwayatkan? Jawabnya yang jelas adalah tidak ada larangan atau pencegahan apalagi pengharaman dari ulama ulama kita Ahlussunnah selama ucapan sholawat itu tidak bertentangan dan tidak membawa kepada pengkultusan Rasulullah (seperti kaum nasrani yang mengkultuskan Nabi isa sebagai anak tuhan) apalagi merendahkan atau menghina maqam Rasulullah s.a.w. maka sama saja do’a. Ada do’a yang diriwayatkan daripada Nabi s.a.w. dan ada pula do’a yang tidak diriwayatkan dari idola kita Rasulullah s.a.w, yaitu doa yang disusun oleh ulama-ulama dan salafus shaleh. Apakah tidak boleh kita berdoa dengan doa-doa yang disusun oleh ulama-ulama dan salafus shaleh itu ? Jawabnya sama saja dengan jawaban diatas selama doa itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, maka tidaklah dilarang, dicegah apalagi diharamkan berdoa dengan doa-doa itu.
Source : Milist Majelis Rasulullah
Ada masukan??????? Silakan kirim ke http://masustadz.blogspot.com Isi diluar tanggung jawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar