Zakat Maut



Zakat Maut
Sep 16, '08 12:16 AM
Senin kemarin 15 September 2008 kembali terjadi sebuah tragedi, 21 orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka bahkan diantara mereka ada yang dalam kondisi kritis, akibat terinjak-injak dan kehabisan nafas karena berdesak-desakkan dalam pembagian zakat dari seorang saudagar kaya raya yang bernama H. Syaikhon di Pasuruan Jawa Timur. Bagi H. Syaikhon kejadian ini merupakan yang kedua kalinya setelah pada tahun 2007, yang mengakibatkan belasan wanita jatuh pingsan akbiat berdesak-desakkan Padahal jika dilihat dari nilai yang didistribusikan tidak begitu banyak, yaitu uang sejumlah Rp 30.000,- Pada tahun-tahun sebelumnya pembagian zakat juga memakan korban, seperti di Semarang, Kediri, Jombang dan tempat yang lainnya.
Ironis memang, jika demikian, apa yang salah ? apakah zakatnya yang salah sehingga cenderung zakat dapat memakan korban atau seperti yang dituturkan oleh para korban yang selamat ”zakat meminta tumbal” atau ”zakat maut” ? atau cara pendistribusinya yang kurang tepat ? atau tidak adanya koordinasi dengan aparat keamanan setempat ketika pendistribusian ? atau memang kemiskinan di Indonesia yang membuat banyak orang miskin berebut untuk mendapatkan bantuan ? Mungkin juga semua salah atau semuanya benar.
Zakat itu sendiri jika ditinjau dalam Islam merupakan ibadah maaliyah ijtim’iyyah yaitu ibadah mengeluarkan harta yang memiliki dampak sosial. Zakat diambil dari orang kaya dan dikembalikan kepada orang yang miskin sebagaimana disebutkan Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya. Dari segi bahasa zakat mempunyai makna ”Pemberdayaan” atau ”an namaa” dengan makna ini, maka distribusi zakatpun harus dengan semangat memberdayakan bukan memperdayai. Seorang penerima zakat atau mustahik tidak boleh selamanya menjadi mustahik, ia suatu saat harus menjadi pembayar zakat atau muzaki. Karenanya visi zakat adalah merubah mustahik menjadi muzaki.
Perubahan mustahik menjadi muzaki tentunya bukan dengan distirbusi zakat yang bersifat konsumtif atau bagi habis tetapi pembagian zakat harus bersifat produktif, hingga para musthik dapat merasakan manfaatnya bukan hanya sesaat itu tetapi selamanya. Dalam pendistribusian yang produktif ini dibutuhkan konsentrasi yang penuh dari para amil zakat. Sebuah profesi mulia sebagai fasilitator dan mediator antara kaum dhuafa dan aghniya. Amil inilah yang menggulirkan berbagai macam program agar dana zakat menjadi dana yang produktif.
Al quran pun memberikan isyarat bahwa dana zakat harus dikelola oleh amil, Allah swt berfirman : ”Ambillah dari harta mereka shadaqah (zakat) yang dapat membersihkan harta dan mensucikan jiwa mereka. Dan doakanlah merka (para muzaki) karena doa kalian dapat menentramkan hati mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. At Taubah : 103.
Dalam ayat di atas kalimat ”khudz” yang bermakna ambillah menunjukkan ada orang-orang yang bertugas untuk mengambil zakat, isyarat petugas zakat itupun ditegaskan Allah dalam surat yang sama ayat 60, bahwa dianatara penerima zakat itu adalah amil. Dengan demikian idealnya dana zakat agar tepat sasaran dan produktif, maka dana zakat tersebut diamanahkan kepada Lembaga amil yang terpercaya. Terdapat beberapa keuntungan berzakat melalui lembaga amil, yaitu sebagai berikut :
1. Wujud Aplikasi dari Firman Allah swt. QS. Al Maidah : 103. Jika berzakat melalui lembaga amil berarti sudah merealisasikan nilai-nilai Al Qur’an.
2. Dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para Sahabatnya, setiap yang dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para Sahabatnya tentunya menunjukan hal yang lebih baik. Pada masa Umar bin Khattab, Muaz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur di Yaman, ditunjuk untuk menjadi Ketua Amil Zakat disana. Pada tahun pertama Muaz bin Jabal mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintahan pusat, lalu dikembalikan ke Yaman oleh beliau. Pada tahun ke 2, Muaz mengirimkan ½ dari surplus dana zakat yang terkumpul di baitulmaal. Dan pada tahun ketiga semua dana zakat dikirimkan ke pemerintahan pusat, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerima dana zakat dan merasa sebagai mustahik, akhirnya dana tersebut dialihkan pemanfaatannya ke daerah lain yang masih minim.
3. Muzaki lebih dapat memelihara keikhlasannya. Karena mustahik tidak tahu dari siapa dana tersebut diterima, yang mereka tahu adalah lembagalah yang berperan dalam mendistribusikannya.
4. Amil lebih dapat konsentrasi dalam mengelola dana zakat. Semakin banyak dana yang dikelola maka akan semakin banyak program yang diberikan kepada para msutahik.
5. Pemerataan yang proporsional. Lembaga amil harus memiliki data musthaik yang akurat sesuai dengan jenis ashnafnya. Sehingga ketika distribusi dapat dilakukan secara proposional, sesuai dengan jumlah ashnafnya. Jika seluruh ashnaf ada tidak mesti dibagi kesemuanya, dan dapat dilakukan dengan skala prioritas dengan azas proporsional dan keadilan.
6. Doa dari Amil.keuntungan yang lain bagi muzaki adalah, doa dari amil (9:103). Di sebuah lembaga Amil Zakat yang berkantor pusat di Condet (PKPU) seorang muzaki sengaja datang ke kantornya hanya untuk meminta doa dari amil agara hartanya menjadi lebih berkah.
7. Mustahik lebih terjaga harga dirinya. Mustahik yang menerima zakat juga tidak merasa rendah dirinya ketika bertemu dengan muzaki, karena ia tidak tahu kalau muzaki tersebutlah yang menyisihkan sebagian harta untuk dirinya.

Dengan berbagai macam keuntungan ini, maka langkah baiknya jika zakat disalurkan melalui lembaga amil yang terpercaya, agar visi zakat dalam melakukan perubahan mustahik menjadi muzaki dapat lebih optimal, serta dapat mengurangi bahkan menghilangkan terjadinya korban jiwa dan tidak lagi istilah ”zakat maut” atau zakat pembawa maut. Niat yang baik tentunya juga melalui cara yang baik karena Allah swt juga mencintai hal-hal yang baik.
Wallhua’lam bishowab.

2 komentar: